Awal tahun 2020, saat ketika virus corona menyebar, pandemi dimulai, dunia mulai bergerak menuju perubahannya. Tak semua orang bisa bersiaga dan sigap. Apalagi merespon secara tepat, akurat dan paripurna. Nyaris tak bisa dilakukan. Begitu juga, harus diakui, Independen Pekerja Sosial Indonesia atau IPSPI.
Oleh: Widodo Suhartoyo
Pada akhirnya, pilihan yang harus dilakukan bukan soal siap atau tidak siap. Pandemi telah melumpuhkan aktivitas manusia. Tidak satu atau dua wilayah. Juga bukan satu atau dua negara. Tapi total, seluruh bangsa-bangsa di dunia mengalaminya.
Tentu, organisasi profesi ini harus kembali ke “basis pengetahuannya”. Langkah yang diambil adalah dengan bersegera memberikan layanan yang disesuaikan dengan kebijakan ketat menangani situasi darurat Covid 19, yaitu social distancing. Menjaga jarak. Maka, pertengahan bulan Juni 2020, diluncurkanlah suatu program yang disebut sebagai Hotline Pekerja Sosial IPSPI.
Dalam kerangka profesi pekerja sosial profesional, basis layanan program ini adalah LDP (Layanan Dukungan Psiko Sosial). Pada awalnya, layanan ini diberikan “hanya” 8 jam perhari. Tetapi, tingkat penyebaran Covid 19 yang tinggi, menjadikan Hotline ini “terpaksa” pernah memberikan layanan 24 jam.
Melalui WAG (WhatsApp Grup), layanan ini dioperasikan, dikelola, diadministrasikan dan “di-lembagakan” secara virtual. Situasinya begitu ramai: “Dear team Rabu….semalam ada klien menghubungi saya pukul 21.03 WITA dan saya baru buka WA pukul 21.30. Mungkin team hari Rabu bisa menghubungi nomer 081.xxxxxx, kliennya ingin curhat”.
Tidak ada gembar-gembor, hiruk pikuk dan publikasi yang riuh rendah. Para hotliner yang notabene adalah Pekerja Sosial tersebut setia dan nyaman bekerja dalam sunyi.
Ya, tim Hotline ini bekerja untuk membantu menangani berbagai permasalahan sosial bagi seluruh anggota masyarakat yang memerlukan. Dari masalah penyaluran bansos, masalah keluarga, masalah yang dialami oleh Tenaga Kesehatan dan masalah-masalah lain yang banyak orang menganggap hanya masalah remeh temeh.
Tidak ada masalah yang remeh temeh bagi tim Hotline. Semua informsi, baik itu sekedar curhat sampai masalah yang berat akan ditanggapi secara serius oleh tim, dikonsutasikan dengan manager kasus dan ditangani dengan benar sesuai dengan ilmu Pekerjaan Sosial.
Tak ada keriuhan. Para pekerja sosial bekerja dalam kesunyian dan kenyamanan. Ini seolah menjadi “trademark” dari Pekerja Sosial di Indonesia dalam mengemban profesi Pekerjaan Sosial, yang sebetulnya sudah cukup lama berkiprah di bumi nusantara ini.
Inilah yang semestinya kita ubah. Tidak seharusnya Pekerja Sosial (di Indonesia) selalu bekerja dalam sunyi atau bersikap rendah hati yang cenderung menjadi rendah diri. Sudah saatnya Pekerja Sosial sebagai pengemban profesi yang mandiri mampu menunjukkan jati diri dan menunjukkan eksistensi sebagai Pekerja Sosial yang profesional.
Profesional di sini merujuk pada Ilmu yang dimiliki, ketrampilan melaksanakan Praktik Pekerjaan Sosial yang didasari oleh disiplin ilmu yang mumpuni serta nilai-nilai Pekerjaan Sosial yang melekat pada dirinya.
Pekerja Sosial di Indonesia harus mulai berani keluar dari comfort zone, keluar dari kesunyian dan kenyamanan dan beraksi serta “bersaing” dengan profesi-profesi lain yang sudah terlebih dahulu ada di hati masyarakat.
Jangan sampai “Kesunyian” dan “kenyamanan” Pekerja Sosial dalam melaksanakan Praktk Pekerjaan Sosial kemudan disalah artikan bahwa Pekerja Sosial kita minder, rendah diri dan tidak confident terhadap profesinya. Karena seperti kita ketahui bersama bahwa Pekerja Sosial merupakan profesi yang memberikan bantuan ataupun pertolongan berupa pelayanan pada individu, kelompok, maupun masyarakat yang membutuhkan.
Pekerja sosial juga bisa dimaknai sebagai profesi pelayanan sosial yang bermuara pada kerja kemanusiaan, atau disebut dengan istilah helping profession. Hal ini bisa diartikan bahwa pekerja sosial akan menolong orang lain supaya mampu menolong dirinya sendiri dan juga orang lain (to help people to help themselves and others).
Kiprah Pekerja Sosial bisa dijumpai dalam berbagai situasi. Misalnya, penanganan kemiskinan, penanggulangan bencana, penanganan orang dengan kecacatan, perlindungan anak, pengembangan masyarakat, dan masih banyak lagi.
Kenapa pekerja sosial bisa dijumpai dalam segala kondisi?
Karena para pekerja sosial mempunyai komitmen untuk mengambil bagian dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera juga lingkungan yang aman dan nyaman. Maka dari itu, para pekerja sosial aktif mendorong perubahan sosial dalam interaksi antara manusia juga lingkungannya.
Pekerja Sosial diharapkan mampu melampaui tugas kemanusiaan yang lebih luas. Misalnya, dalam mencegah dan menangani kejahatan lintas negara seperti sindikat human trafficking, penyelundupan narkoba, terorisme, eksploitasi lingkungan hidup yang masif dan sebagainya.
Selain itu, Pekerja Sosial juga diharapkan dapat secara aktif terlibat dalam mengembangkan kapasitas manusia, melestarikan lingkungan hidup, melakukan pemberdayaan ekonomi, dan pada di proyek pembangunan sosial lainnya.
Untuk melakukan Praktik Pekerjaan Sosial di berbagai setting seperti tersebut di atas, Pekerja Sosial tidak bisa bekerja sendiri, koordinasi dan kerjasama dengan sesamaPekerja Sosial dan juga Profesi lain serta Penerima layanan menjadi keharusan. Oleh sebab itu tidak ada alasan lagi bagi Pekerja Sosial untuk bekerja sendiri dalam sunyi dan senyap.
Sudah saatnya Pekerja Sosial menunjukan pada dunia tentang apa, siapa dan bagaimana Pekerja Sosial berpraktik.
Ayo Pekerja Sosial Indonesia, tunjukan pesonamu!
- Penulis adalah Ketua Umum Independen Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI)