Oleh : AM Iqbal Parewangi (Anggota DPD RI 2014-2019)
Pada akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) seperti harus menghadapi buah simalakama terkait pilihan sistem proporsional terbuka, tertutup, atau hybrid. Yang manapun putusannya, selalu mungkin ada yang mati : OLIGARKI PARTAI, atau ASPIRASI RAKYAT.
Selain itu, MK masih harus berhadapan dengan serangkaian pertanyaan serius yang terkesan menyangsikan maqam kepahaman atas tugas dan wewenang yang diembannya.
Misalnya dalam pernyataan telak Presiden keenam Indonesia, SBY : “Pertanyaan kedua kepada MK, benarkah UU sistem pemilu terbuka bertentangan dengan konstitusi? Sesuai konstitusi, domain dan wewenang MK adalah menilai apakah sebuah UU bertentangan dengan konstitusi, bukan menetapkan UU mana yang paling tepat.”
Memilih memutuskan sistem proporsional terbuka dapat mematikan OLIGARKI PARTAI, terutama di partai oligarki. Pola oligarki partai diterapkan dalam enam kali Pemilu era Orba. Menariknya, pola itu kini kembali sangat dihasrati justru oleh barisan penentang utama Orba. Faktanya, tercatat satu partai politik yang sejak awal mendukung kembalinya sistem proporsional tertutup.
Sebaliknya, jika MK memilih memutuskan kembali ke sistem proporsional tertutup, itu dapat menyumbat aliran nutrisi demokrasi yang seharusnya diserap oleh akar demokrasi dari medium tumbuhnya, yaitu ASPIRASI RAKYAT.
Simak bagaimana aspirasi rakyat saat ini tentang sistem Pemilu yang diinginkan?
Survei Populi Center 4-12 Mei 2023, yang melibatkan 1.200 responden, menemukan 64,8 persen lebih suka sistem proporsional terbuka. Hanya 26,8 persen yang suka proporsional tertutup. Sisanya menjawab sama saja, tidak paham pertanyaan, atau menolak menjawab.
Survei Saiful Mujani Research Center (SMRC), 2-5 Mei 2023, juga menemukan dukungan publik terhadap sistem proporsional terbuka sangat kuat, mencapai 72 persen. Sementara yang ingin proporsional tertutup hanya 19 persen.
Sikap mayoritas warga seperti itu konsisten ditemukan dalam 3 kali survei SMRC pada Januari, Februari, dan Mei 2023. Dimana 71-73 persen menginginkan sistem proporsional terbuka, jauh lebih banyak dibanding 16-19 persen yang menginginkan proporsional tertutup.
Temuan aspirasi rakyat itu, lewat berbagai survei publik tampaknya sejalan dengan sikap 8 dari 9 partai politik yang sejak awal kompak menolak kembali ke sistem proporsional tertutup. Fakta terbaru, 30 Mei 2023 kemarin, delapan fraksi di Senayan kembali menegaskan sikap itu dengan meneriakkan yel-yel “Terbuka Yes, Tertutup No” sambil bergandengan tangan.
Jika memperhatikan ASPIRASI RAKYAT, sesungguhnya dapat diprediksi bahwa putusan MK tidak akan memilih kembali ke sistem proporsional tertutup. Lain halnya jika dorongan OLIGARKI PARTAI, terutama dari partai oligarki, ternyata lebih kencang puting beliungnya.
Karena selain dapat menyumbat aliran nutrisi demokrasi, melayukan daya serap akar demokrasi dari medium tumbuhnya, putusan untuk kembali ke sistem proporsional tertutup serupa dengan mematikan aspirasi rakyat.
Padahal, tidak ada demokrasi tanpa rakyat!