Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia melalui Pengesahan KUHP Baru

Oleh:

Khalishah Zukhruf Rawakil ((0205221041)) dan Muhammad Agung (0205221042)

Mahasiswa/i Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU)

Indonesia mencatat sejarah baru dalam sistem hukumnya dengan disahkannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru pada Desember 2022. KUHP ini menggantikan versi lama yang merupakan warisan kolonial Belanda dan telah digunakan lebih dari seratus tahun. Langkah ini menjadi simbol kemandirian hukum serta awal reformasi mendasar untuk menciptakan hukum pidana yang mencerminkan nilai-nilai bangsa seperti Pancasila dan norma adat.

Pengesahan KUHP baru dirancang untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat yang terus berkembang. KUHP lama dinilai tidak lagi relevan dengan tantangan zaman, terutama dalam menangani kejahatan modern seperti cybercrime dan pelanggaran lingkungan. Namun, proses pengesahan ini tidak berjalan mulus, karena ada sejumlah pasal yang menuai kritik dari berbagai pihak.

KUHP baru berbasis pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar sistem hukum nasional. Selain itu, pendekatan yang lebih inklusif mulai diterapkan, termasuk pengakuan terhadap hukum pidana adat. Norma adat kini dapat dijadikan dasar penyelesaian perkara pidana, selama tidak bertentangan dengan hukum nasional atau hak asasi manusia.

Sebagai ideologi negara, Pancasila tercermin dalam berbagai aspek KUHP baru. Salah satu contohnya adalah penerapan prinsip keadilan restoratif yang berfokus pada pemulihan hubungan sosial antara pelaku dan korban, bukan sekadar hukuman berat. Pendekatan ini sejalan dengan nilai musyawarah dan gotong royong, yang merupakan ciri khas budaya Indonesia.

Berikut adalah beberapa pembaruan utama dalam KUHP baru:

  1. Keadilan Restoratif dan Rehabilitatif

Pendekatan ini menjadi inovasi besar dalam KUHP baru. Pelaku kejahatan dapat menjalani mediasi dengan korban untuk mencapai perdamaian. Langkah ini tidak hanya mengurangi beban sistem peradilan, tetapi juga memulihkan kerugian korban secara lebih manusiawi.

  1. Pengakuan Hukum Adat

KUHP baru mengakui norma adat sebagai salah satu sumber hukum pidana. Hal ini relevan mengingat banyak masyarakat Indonesia yang masih memegang teguh hukum adat dalam kehidupan sehari-hari.

  1. Pengaturan Kejahatan Modern

KUHP baru mencakup pengaturan untuk kejahatan yang tidak diakomodasi dalam KUHP lama, seperti cybercrime dan pelanggaran lingkungan. Ini adalah respons terhadap tantangan globalisasi.

  1. Pasal-Pasal Kontroversial

Beberapa pasal dalam KUHP baru, seperti aturan tentang penghinaan terhadap pemerintah dan larangan kohabitasi, menjadi sorotan karena dianggap dapat mengancam kebebasan berekspresi dan privasi jika tidak diterapkan dengan hati-hati.

Meski menjadi tonggak penting, KUHP baru tidak lepas dari kritik, baik di dalam negeri maupun di tingkat internasional. Kritik utamanya mencakup pasal-pasal yang dianggap membatasi kebebasan berekspresi, seperti penghinaan terhadap lembaga negara, serta aturan terkait perzinaan dan kohabitasi. Selain itu, proses penyusunan KUHP juga dinilai kurang melibatkan partisipasi publik secara maksimal.

Tantangan lain adalah harmonisasi KUHP baru dengan berbagai undang-undang sektoral yang ada. Sosialisasi juga perlu dilakukan secara intensif agar masyarakat memahami substansi KUHP baru ini.

Pengesahan KUHP baru adalah langkah besar dalam reformasi hukum pidana di Indonesia. Kodifikasi ini menunjukkan komitmen untuk menciptakan hukum yang relevan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan modern. Meski menghadapi kritik dan tantangan implementasi, KUHP baru memiliki potensi untuk memperkuat sistem hukum nasional. Pemerintah perlu memastikan penerapannya dilakukan secara bijaksana, transparan, dan inklusif demi mencapai tujuan pembaruan hukum yang diharapkan.