Oleh :
Arkan Muhana Bangko & Mhd Nazif Ar Rantisy Marpaung
Mahasiswa Hukum Pidana Islam Universitas Islam Sumatra Utara
Hukum pidana adalah fondasi bagi terciptanya ketertiban dan keadilan dalam Masyarakat. Hukum ini menetapkan saknsi untuk Tindakan yang merugikan orang lain, serta memastiakn pelaku kejahatan menerima hukuman yang setimpal. Namun, dibalik hukum pidana yang kita teriama, terdapat sebuah kebijakan besar yang dinamakan politik hukum pidana.ini adalah arah yang diambil oleh negara dalam merancang dan memperbarui hukum pidana. Sebagaimana yang di terangkan Barda Nawawi arief bahwa pada dasarnya politik hukum pidana mengandung arti bagaiman memilih, mengusahakan atau membuat, dan merumuskan suatu perundang-undangan pidana yang baik, sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Di Indonesia, politik hukum pidana masih sangat dipengaruhi oleh warisan kolonial Belanda melalui KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Namun, dengan berkembangnya zaman dan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi masyarakat Indonesia, kebijakan hukum pidana harus lebih dinamis dan responsif. Reformasi KUHP yang baru-baru ini disahkan menjadi langkah konkret dalam menciptakan hukum pidana yang lebih relevan dengan tuntutan zaman, tetapi juga menghadapi tantangan besar dari perubahan sosial dan tekanan internasional.
Politik hukum pidana di Indonesia, melalui reformasi KUHP yang akan diundangkan pada tahun 2026, berupaya menjawab tantangan zaman yang terus berkembang. Sebagai negara yang memiliki keberagaman budaya, agama, dan sosial, Indonesia perlu memastikan bahwa hukum pidana yang berlaku tidak hanya adil, tetapi juga relevan dengan kebutuhan masyarakat yang semakin dinamis. Di sisi lain, negara juga menghadapi tantangan dari tekanan internasional, terutama dalam isu-isu terkait hak asasi manusia (HAM), yang turut memengaruhi pembentukan dan penerapan hukum pidana di Indonesia.
Perubahan yang terjadi dalam politik hukum pidana di Indonesia tidak hanya terbatas pada reformasi hukum, tetapi juga berhubungan erat dengan nilai-nilai dasar negara, yakni Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara memberikan pedoman dalam pembentukan hukum pidana yang berkeadilan, tidak diskriminatif, dan melindungi hak asasi setiap warga negara. Namun, penerapan prinsip-prinsip ini sering kali menghadapi perdebatan, terutama ketika norma sosial dan kebebasan individu bertentangan. Dalam beberapa kasus, seperti kriminalisasi kohabitasi dan penghinaan terhadap presiden, kebijakan hukum pidana yang ada dianggap terlalu membatasi kebebasan pribadi, meskipun di sisi lain dimaksudkan untuk menjaga ketertiban sosial dan menghormati nilai-nilai lokal yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia.
Reformasi KUHP yang dihadirkan bertujuan untuk menggantikan KUHP warisan kolonial dengan produk hukum nasional yang lebih relevan dengan perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat. Beberapa perubahan penting dalam KUHP baru meliputi pengaturan tindak pidana baru, seperti larangan kohabitasi (kumpul kebo) yang di atur pada Pasal 412 kuhp baru dan penyebaran berita bohong di atur pada Pasal 263 kuhp baru, yang berkaitan dengan perkembangan sosial dan teknologi di Indonesia. Selain itu, pendekatan restoratif dalam hukum pidana juga mulai diterapkan, yang mengutamakan pemulihan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat, daripada hanya memberikan hukuman semata. Hal ini mencerminkan perubahan paradigma dalam sistem hukum pidana Indonesia, yang berfokus pada pemulihan dan keadilan sosial.
Namun, pembaruan ini juga menimbulkan berbagai kontroversi. Beberapa pasal dalam KUHP baru, seperti pengaturan mengenai penghinaan terhadap presiden, dianggap berpotensi membatasi kebebasan berekspresi dan berpendapat, namun pasal ditersebut dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 4 Desember 2006 melalui Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 karena dianggap bertentangan dengan konstitusi. Sementara itu, larangan kohabitasi memicu perdebatan mengenai batas-batas kehidupan pribadi yang seharusnya diatur oleh negara. Diskursus ini menunjukkan bagaimana politik hukum pidana harus selalu berupaya menyeimbangkan antara norma sosial yang diinginkan masyarakat dan kebebasan individu yang dijamin oleh konstitusi.
Di samping tantangan domestik, Indonesia juga menghadapi tekanan internasional dalam masalah-masalah tertentu. Salah satunya adalah hukuman mati(KUHP Pasal 100 tentang hukuamn mati ), yang masih diterapkan untuk kejahatan berat (KUHP Pasal 67 tentang hukuman bagi pidana khusus), seperti narkotika dan terorisme. Meskipun mendapat kritik dari negara-negara lain dan organisasi internasional yang mengedepankan hak hidup, Indonesia tetap mempertahankan hukuman mati sebagai bagian dari kebijakan hukum pidana untuk melindungi masyarakat dari ancaman serius. Namun, di tengah tekanan ini, politik hukum pidana Indonesia perlu menemukan titik keseimbangan yang memungkinkan negara mempertahankan kebijakan tersebut tanpa mengabaikan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang lebih luas.
Selain itu, masalah ketimpangan dalam penegakan hukum tetap menjadi isu yang signifikan dalam politik hukum pidana Indonesia. Meskipun KUHP baru memberikan berbagai perubahan positif, implementasi hukum yang tidak merata seringkali mengarah pada ketidakadilan. Kasus-kasus besar, seperti korupsi, sering kali tidak mendapatkan hukuman yang setimpal, sementara pelanggaran-pelanggaran kecil oleh masyarakat biasa justru dihukum berat. Hal ini menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap sistem hukum pidana yang ada. Oleh karena itu, untuk mencapai keadilan substantif, politik hukum pidana Indonesia harus memastikan bahwa hukum ditegakkan secara adil tanpa memandang status sosial, ekonomi, atau politik seseorang.
Ke depan, politik hukum pidana Indonesia perlu terus berupaya untuk menghamoniskan antara nilai-nilai local yang tercermindalam budaya dan agama, dengan tuntutan global yang mengutamakan hak asasi manusia. Pembaharuan dalam system hukum pidana harus dilakukan dengan melibatkan seluruh elemen Masyarakat, agar tercipta kesepakatan Bersama yang dapat diterima oleh semua pihak. Selain itu. Penegakan hukum yang adil dan transparan sangat penting untuk memperkuat kepercayaan Masyarakat terhadap sistem hukum pidana Indonesia.
Dengan demikian, politik hukum pidana di Indonesia harus dapat menciptakan hukum yang adil, relevan, dan merata, sehingga dapat menjawab tantangan zaman dan menjamin keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.