Apakah Logika Dapat Dipercaya?

By: Fajar Nur Bahri (Dekan Fakultas Diogenes UIN SU)

Contoh simple gini: “Kalau hari ini hujan, maka jalanan bakal basah. Hari ini hujan, terus gue ketiduran.” Nah, jelas dong, kesimpulan “gue ketiduran” itu nggak logis, karena nggak nyambung sama premis awal. Sebaliknya, kesimpulan yang lebih make sense tuh “jalanan basah” karena itu sesuai sama pola logika yang udah dijelasin di awal.

Logika sendiri dilihat sebagai cara kita nyusun kesimpulan yang konsisten, jadi bisa jadi pegangan buat ngambil keputusan berdasarkan info yang ada. Nah, teks ini ngajak kita nge-explore dua argumen yang ngejelasin kenapa sih kita percaya sama logika: Argumen Psikologis dan Argumen Ontologis.

1. Argumen Psikologis (Psikologistik):

   – Jadi, argumen ini nganggap logika itu hasil dari cara otak dan psikologi kita merespons situasi sekitar, dipengaruhi banget sama proses kognitif di otak. Jadi, logika tuh bukan sesuatu yang universal atau mutlak, tapi terbentuk karena cara kita ngalaminnya aja.

   – Di studi psikologi sama neurosains, proses mikir ini dianggap tergantung sama struktur biologis kita—kayak yang melibatkan saraf dan otak. Bayangin kalau otak manusia beda komposisinya—misalnya terbuat dari material yang beda, kayak logam—bisa jadi struktur logikanya juga bakal beda.

   – Tapi, ada sih kekurangannya. Contohnya, kayak matematika, yang objektif dan diterima di mana-mana, nggak peduli budaya atau perasaan. Tambah-tambahan kayak 1 + 1 = 2, semua orang bisa confirm ini di mana aja, nggak bergantung sama struktur biologis tertentu. Karena logika dasar ini berlaku universal, argumen psikologis jadi nggak sepenuhnya cukup buat jelasin kenapa kita percaya sama logika.

2. Argumen Ontologis:

   – Argumen ini nyoba ngejelasin bahwa kita percaya logika karena alam semesta ini emang teratur. Maksudnya, kita percaya sama logika karena kita hidup di dunia yang punya pola dan aturan yang bisa kita pahami pakai logika.

   – Kebayang nggak sih, kalau alam semesta ini punya pola yang beda—kayak hukum logika nggak berlaku, misalnya “kalau p maka q; p, maka q” nggak pernah berlaku—mungkin cara kita mikir juga bakal beda.

   – Jadi, logika dianggap hasil dari keteraturan dunia ini. Ketika kita lihat pola yang tetap di dunia nyata, pola itu terbentuk di pikiran kita sebagai bentuk logika. Dengan kata lain, argumen ontologis bilang kalau kepercayaan kita sama logika itu ada karena keteraturan yang kita lihat di dunia.

Kita ngebahas beberapa skenario ekstrem. Contohnya, kalau Tuhan ciptain dunia tanpa logika atau pakai pola non sequitur (di mana kesimpulan nggak nyambung sama premis), maka logika kayak yang kita pahami sekarang nggak akan ada. Intinya, logika tuh bukan cuma cara ngambil kesimpulan yang benar, tapi juga pegangan buat nyari keteraturan hidup yang bisa diandelin. Kita percaya logika lebih karena pengen konsistensi dan keteraturan, bukan karena logika itu sendiri punya kebenaran mutlak.

*Departemen Riset Fakultas Diogenes*