Oleh :
RAMI MUSRADY ZAINI, S.E.,M.E.
Wakil Sekretaris KAHMI Sultra Demisioner.
Ketua Umum ICMI MUDA Sultra.
“Bagi saya, para pemimpin yang bekerja paling efektif, tidak pernah mengatakan “Saya.” Dan itu bukan karena mereka telah melatih diri untuk tidak mengatakan “Aku.” Mereka tidak berpikir “Aku.” Mereka berpikir “kita”; mereka berpikir “tim.”
Peter Drucker, Pakar Manajemen.
BARANGKALI yang pernah berhimpun di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tentu menyadari bahwa perbedaan persepsi adalah suatu keniscayaan, atau dengan sengaja saya mengatakan sesuatu yang wajib, asal hal itu didasari dengan atribut pemikiran jernih yang lahir dari asumsi rasional lagi empiris.
Berangkat dari Mukadimah tersebut, tulisan ini sengaja dibuat untuk mengakumulasi pemikiran yang berbeda itu dalam khasanah musyawarah wilayah KAHMI Sultra yang baru saja terjadi di kalangan alumni HMI Sulawesi Tenggara.
Mempedomani AD/ART KAHMI, disinggung secara tekstual kepemimpinan KAHMI di Wilayah itu boleh bermodel Presedensial dan Presidium. Secara tekstual ini berakhir tetapi tentu alat konstekstualnya tak berhenti disitu.
KAHMI yang beranggotakan alumni HMI adalah wadah orang-orang HMI untuk melanjutkan tujuan HMI menuju masyarakat yang diridhoi Allah SWT.
Bedanya di KAHMI orang-orang HMI ini telah bermetafosa menjadi kelompok profesional yang sudah tentu beraneka ragam wajah, pemikiran, dan khasanah circle relasinya, sehingga kesepadanan dan ke korelasian pemikiran sulit dipertemukan.
Sehingga jembatan kepemimpinan adalah solusi akhir mempertemukan kekayaan-kekayaan pemikiran yang dimiliki para alumni HMI.
Ketokohan, kapasitas intelektual, kepemimpinan berintegritas adalah rule model kepemimpinan yang diciptakan HMI dalam setiap perkaderannya. Sehingga memungkinkan di KAHMI kriteria tersebut hampir dipenuhi oleh setiap anggotanya.
Model presedensial diunggulkan dalam model kepemimpinan konvensional, karena memotong jalur koordinasi yang begitu panjang, keputusan lebih cepat ditelurkan dan pemimpin bisa bergerak lebih cepat.
Model ini cocok tetapi seiring waktu model ini tak relevan dipraktikkan di dalam organisasi yang didalamnya begitu banyak profesi dan lintas kepentingan semisal KAHMI.
Era kekinian yang mewajibkan model kepemimpinan yang lebih cenderung kolaboratif membuat kepemimpinan monolistik semacam presedensial tak cocok lagi untuk diproduksi.
Model presidium yang anti monolistik adalah jawaban untuk KAHMI, sebagai rule model kepemimpinan-mempertemukan kepentingan-kepentingan dalam kepemimpinan kolaboratif yang cukup sesuai dengan tuntutan zaman. Sebagai gagasan yang memang perlu terus dimotori oleh KAHMI.
Dalam presidium, keberagaman, transparansi, transformasi gagasan, kemufakatan dalam meramu ide lebih menonjol ketimbang kepemimpinan monolistik yang cenderung totalistik dan komune.
Terlebih dalam kepemimpinan presidium manajerial konflik bisa lebih terukur dan terkendali sehingga jalannya organisasi bisa lebih sehat dan efisien.
KAHMI Sultra sebaiknya tetap di jalan ini, lebih memilih kata KAMI ketimbang AKU, bekerja lintas profesi ketimbang mono profesi, karena dari KAMI segalanya bisa tumbuh dari pada AKU yang pada akhirnya tak berdaya di zaman yang perubahannya lebih cepat dari pada ‘AKU’ yang sendiri.