Jaga Kualitas Pemilu 2024 Melalui Kampanye Anti Hoax

oleh : Andi Wiranata, S.S, (PPK Kecamatan Simpang Empat Divisi Hukum dan Pengawasan)

Pada 14 Februari 2024 mendatang, Indonesia bakal meneyelenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) untuk memilih Presiden, Wakil Presiden, Anggota DPD, DPR – RI, dan DPRD Tk I dan Tk II, untuk lima tahun ke depan. 
 
Tentu ajang yang karib disebut sebagai Pesta Demokrasi itu memiliki tantangan dalam pelaksanaannya, apa lagi agenda besar yang berkait – paut dengan kepentingan dan cita-cita luhur bangsa ini menjadi tanggungjawab bagi semua anak bangsa untuk melaksanakannya dengan sukses, terlebih hasil Pemilu tersebut nantinya bakal menentukan nasib bangsa untuk lima tahun ke depan.
 
Keberhasilan pelaksanaan Pesta Demokrasi itu juga ditentukan berdasarkan bagaimana langkah antisipasi yang disiapkan untuk menangani setiap masalah yang biasa terjadi setiap momen Pemilu. 
 
Satu di antaranya adalah masalah memgenai kabar/berita palsu atau hoaks. Persoalan ini kerap terjadi dan bahkan dianggap menjadi masalah klasik yang harus ditangkal. 
 
Hoaks secara rutin bersileweran dan berkeliaran dalam kontestasi Pemilu. Jika hal ini tidak dibuat langkah antisipasinya, bukan tidak mungkin kualitas Pesta Demokrasi bakal terganggu. Apa lagi arus digitalisasi yang begitu pesat saat ini.
 
Melihat banyaknya isu hoaks dan ujaran kebencian tersebut, hal itu bisa berakibat memecah belah masyarakat. Oleh karenanya masyarakat mesti tetap bersatu meski masih ditemukan hoaks dan ujaran kebencian. 
 
Prinsip penyelenggaraan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Luberjurdil) pun dapat terwujud dalam pemilu mendatang. Tentu penegasan prinsip ini juga harus didukung sikap setiap pihak yang terlibat langsung dalam Pemilu 2024 mendatang, termasuk masyarakat yang sudah bisa menggukan hak suara, penyelenggara, peserta, aparat penegak hukum, dan para tokoh masyarakat.
 
Kampanye anti hoaks juga mesti digalakkan, terutama di setiap daerah yang dianggap memiliki potensi besar berita bohong itu disampaikan. Hal ini juga mesti menjadi atensi dalam pengawasan pemilu dalam ranah digitalisasi yang mendominasi hoaks terjadi. 
 
Pelaporan data informasi atau monitoring kampanye juga seharusnya difasilitasi dengan teknologi informasi agar data yang dilaporkan dapat menjadi big data  yang mampu di analisa dan menangkal disinformasi yang berkembang. Selain itu perlunya penyebarluasan narasi tunggal yang sama secara masif untuk disosialisasikan kepada publik.
 
Informasi yang dikemas menjadi narasi tunggal itu kemudian disampaikan secara bertanggungjawab lewat berbagai media sosial yang digunakan stakeholder terkait, media terverifikasi dewan pers, Bakohumas KPU dan lainnya.
 
Selain itu harus dilakukan juga revisi aturan, khususnya PKPU Kampanye Pemilu dan Pemilihan terutama yang masih terjadi kekosongan aturan. Langkah antisipasi untuk menangkal hoaks juga bisa diperkuat melalui penguatan Literasi Media yang bisa diartikan sebagai kemampuan untuk memahami, menganalisis dan medekonstruksi pencitraan media. 
 
Dengan kemampuan literasi, masyarakat tidak hanya membaca judul berita, apalagi judul yang bersifat umpan klik atau tidak sesuai dengan isi berita. Namun, bisa memahami berita secara utuh. Jika langkah antisipasi ini dilaksanakan secara masif, maka cita-cita luhur Pesta Demokrasi pada 2024 mendatang bakal terwujud. 
 
Tentu hal ini turut menjunjung kepentingan masyarakat dibarengi kepentingan nasional sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 yang menjelaskan bahwa Pemilu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945